Minggu, 24 Januari 2010
Pembersih sungai otomatis karya bangsa
Pada setiap musim hujan laut selalu penuh sampah. Hal itu karena limpasan air hujan di darat menggelontorkan sampah melalui sungai- sungai. Kejadian itu dapat dicegah dengan teknologi pembersih sampah sungai otomatis, seperti yang dikembangkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Teknologi pembersih sampah sungai otomatis ini terdiri dari sistem pengarah apung sampah, sistem garu sampah, sistem conveyor (ban berjalan) pembawa sampah, dan sistem pengepresan sampah,” kata Kepala Balai Mesin Perkakas, Teknik Produksi, dan Otomasi (Meppo) Badan Pengkajian dan Penerapan teknologi (BPPT) Erzi Agson Gani, Kamis (14/1) di Jakarta.
Erzi mengatakan, BPPT telah menciptakan sistem garu sampah yang lebih efisien. Selama ini sistem garu sampah dibuat membentang sesuai ukuran lebar badan sungai. Selain berbiaya tinggi, hal ini riskan untuk sungai-sungai seperti di Jakarta.
Sungai-sungai di Jakarta pada musim kemarau memiliki debit air rendah, sedangkan pada musim hujan melonjak drastis. Selain koefisien limpasan air mendekati 100 persen akibat penyerapan ke dalam tanah makin menciut, intensitas sampah yang ”lari” ke sungai juga sangat tinggi.
Tahun 2000 saja, ketika rata-rata produksi sampah per hari di Jakarta sebanyak 5.200 meter kubik, terdapat sekitar 1.400 meter kubik yang masuk ke sungai yang lalu terbawa arus menuju laut dan laut pun kotor dipenuhi sampah.
Inovasi sistem garu ini penting. Menurut Erzi, sistem garu yang membentang selebar badan sungai bisa mengakibatkan banjir. Oleh karena itu, BPPT menginovasi sistem garu selebar dua meter saja. Ditunjang sistem pengarah sampah apung garu ini cukup optimal mengangkut sampah.
Pada prototipe yang sudah dihasilkan BPPT, sistem garu dibuat dengan ketinggian 6 meter. Itu untuk aplikasi di kedalaman air sungai maksimal 5 meter.
”Kalau sistem garu dengan bar screen atau penghadang sampah selebar badan sungai, ketika hujan deras, maka sampah yang digelontorkan air sungai akan terlampau cepat memenuhi garu. Hal itu bisa menyumbat dan membendung air sungai,” kata Erzi. Di Jakarta, tambahnya, kenaikan permukaan sungai di muara sangat membahayakan. Kenaikan setinggi 20 cm akan mengakibatkan banjir dalam skala luas.
”Sistem garu yang tidak memenuhi badan sungai itu bisa mengurangi potensi terjadinya banjir,” kata Erzi. Ketika terjadi banjir, pengendali sistem pengarah apung dirancang bisa membuka secara otomatis ketika beban arus air amat tinggi.
Dengan energi listrik
Penanggung jawab pengendali teknologi pembersih sampah sungai otomatis ini, Teddy Alhadi Lubis, mengatakan, semua sistem dikendalikan dengan energi listrik. Untuk motor penggerak sistem garu dibutuhkan sistem listrik berkapasitas 7.500 watt.
Untuk motor penggerak sistem ban berjalan ada tiga unit dengan daya listrik masing-masing 1.000 watt. Yang terakhir untuk mesin pengepresan sampah dibutuhkan listrik 5.500 watt.
”Sistem garu, conveyor, dan mesin pengepresan hanya beroperasi ketika terdapat beban sampah memadai,” ujar Teddy.
Untuk prototipe yang berhasil dibuat BPPT tahun 2007- 2008, beban sampah maksimum satu ton atau kapasitas 1,5 meter kubik. Ketika beban sampah tercukupi, sistem garu, ban berjalan, dan pengepresan akan bisa bekerja.
Penghematan energi listrik dengan sistem pengendalian seperti ini dibutuhkan karena pada musim kemarau intensitas sampah mengecil. Adapun pada saat musim hujan, limpasan air hujan di darat menggelontorkan sampah ke setiap sungai dalam jumlah banyak sehingga peralatan ini harus bekerja penuh selama 24 jam. ”Prototipe pembersih sampah sungai otomatis yang dibuat BPPT ini rencananya diuji coba oleh Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta tahun 2009. Tetapi, uji coba batal,” kata Teddy.
Alasan pembatalan, lahan yang akan digunakan, di Mampang, Jakarta Selatan, ternyata milik perorangan yang tidak menghendaki uji coba alat itu.
Jika serius ingin mengujinya, jelas masih banyak lokasi di Jakarta yang lebih memungkinkan digunakan. Inovasi teknologi seperti ini sudah mendesak untuk diaplikasikan jika mengingat beban populasi DKI Jakarta yang semakin tinggi. (kompas.com/ humasristek)
sumber: kaskus.us
0 komentar:
Posting Komentar